Sabtu, 29 Oktober 2016

HUBUNGAN INDUSTRIAL



HUBUNGAN INDUSTRIAL
I. Pendahuluan

Hubungan industrial (industrial relations) (dalam Guntur, 2010) adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha (Industrial Peace).

Sedangkan di dalam pasal 1 ayat 16 dijelaskan bahwa hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilainilai Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Kemudian mengacu pada definisi tersebut, muncullah istilah Hubungan Industrial Pancasila.

Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan industrial membahas tentang hubungan antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah agar tetap harmonis sehingga proses produksi barang dan/atau jasa dapat tetap berlangsung. Hubungan industrial perlu diperhatikan dengan seksama karena menyangkut keberlangsungan produksi di dalam suatu perusahaan. Apabila perhatian tersebut kurang maka akan timbul konflik di antara pihak-pihak yang terlibat di dalam hubungan industrial.

Menurut UU Ketenagakerjaan (UU No.13 Tahun 2003), pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan industrial ada tiga, yaitu:
1.      Pemerintah
2.      Pekerja / buruh
3.      Pengusaha

II. Ruang Lingkup

1.      Ruang Lingkup Cakupan
Hubungan industrial mencakup seluruh tempat kerja dimana pekerja dan pengusaha saling bekerjasama dalam hubungan kerja untuk mencapai tujuan usaha. Hubungan kerja yang dimaksud adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur upah, perintah, dan pekerjaan.
2.      Ruang Lingkup Fungsi
Ruang lingkup fungsi mencakup fungsi-fungsi dari tiga pihak yang terlibat dalam hubungan industrial. Fungsi tersebut tercantum dalam UU No.13 tahun 2003 pasal 101 ayat (1-3).
a.       Fungsi Pemerintah : menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan
pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan undangundang ketenagakerjaan yang berlaku.
b.      Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja : menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga
ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis,
mengembangkan ketrampilan, keahlian dan ikut memajukan perusahaan serta
memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya.
c.       Fungsi Pengusaha : menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis serta berkeadilan.
3.      Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah adalah seluruh permasalahan, baik berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan pihak-pihak dalam hubungan industrial. Permasalahan tersebut meliputi hal-hal seperti:
a.       syarat-syarat kerja,
b.      pengupahan,
c.       jam kerja,
d.      jaminan sosial,
e.       kesehatan dan keselamatan kerja,
f.       organisasi ketenagakerjaan,
g.      iklim kerja
h.      cara penyelesaian keluh kesah dan perselisihan,
i.        cara memecahkan persoalan yang timbul secara baik, dsb.
4.      Ruang Lingkup Peraturan / Perundang-undangan Ketenagakerjaan
a.       Hukum materiil
1)      Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003
2)      Peraturan Pemerintah / Peraturan Pelaksanaan yang berlaku
3)      Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja
b.      Hukum formal
1)      Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
2)      Perpu No.1 Tahun 2005, dan diberlakukan mulai 14 Januari 2006

III. Tujuan
Dari Seminar Nasional Hubungan Industrial Pancasila pada tahun 1974 dikemukaan bahwa tujuan Hubungan Industrial  Pancasila adalah :
1.      Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indosesia yaitu masyarakat yang adil dan makmur
2.      Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
3.      Menciptakan ketenangan, ketentraman, dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha
4.      Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja
5.      Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan martabat manusia
Terdapat tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial :
1.      Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan
2.      Jika muncul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartit
3.      Mogok kerja dan oenutupan perusahaan tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masing-masing

Sikap mental dan sosial para pekerja dan pengusaha juga berpengaruh dalam tercapainya tujuan hubungan industrial, sikap mental dan sosial tersebut diantaranya adalah :
1.      Memperlakukan pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha sebagai investor
2.      Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pekerja dan pengusaha secara terbuka
3.      Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas, dan kesejahteraan pekerja
4.      Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah, dan kekeluargaan

IV. Ciri-Ciri

Hubungan Industrial memiliki ciri khas tersendiri, yaitu :
1.      Meyakini bahwa bekerja bukan hanya untuk sekedar mencari nafkah, tetapi sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, bangsa, dan negara (Sila Ketuhanan Yang Maha Esa)
2.      Menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi, tetapi sebagai manusia dengan segala harkat dan martabatnya (Sila Kemanusiaan)
3.      Melihat antara pekerja dan pengusaha bukan memiliki kepentingan yang bertentangan, tetapi memiliki kepentingan yang sama yaitu kemampuan perusahaan (Sila Persatuan Indonesia)
4.      Perbedaan diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat (Sila Kerakyatan)
5.      Dalam menikmati hasil perusahaan dibagi secara kekeluargaan, adil, dan merata sesuai dengan pengorbanan masing-masing (Sila Keadilan Sosial)

V. Landasan
Hubungan Industrial terbentuk dengan mengacu pada landasan falsafah bangsa dan negara, tiap bangsa dan negara memiliki falsafah yang berbeda maka sistem Hubungan Industrialnya pun berbeda antara satu negara dengan negara lain. Sedangkan Indonesia memiliki Pancasila sebagai falsafah bangsa, sehingga Hubungan Industrialpun mengacu pada Pancasila. Oleh karena itu Hubungan Industrial di Indonesia dikena dengan Hubungan Industrial Pancasila. Dengan bersumberkan Pancasila sebagai landasan filosofis,maka secara normatif segala aturan hukum yang mengatur hubungan industrial  pancasila berupa hukum dasar (UUD  1945), juga peraturan undang-undang lainnya adalah implementasi dari nilai-nilai Pancasila.
a.       Landasan Industrial Pancasila memiliki landasan Idiil yaitu Pancasila dan landasan Konstitusional yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Secara operasional berlandaskan garis-garis besar haluan negara dan ketentuan pelaksanaannya diatur oleh pemerintah salam program pembangunan
b.      Hubungan Industrial Pancasila juga berlandaskan pada kebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional, stabilitas nasional, meningkatkan partisipasi sosial dan kelanjutan pembangunan nasional

VI. Sarana
Hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha bukan merupakan hubungan privat antara pekerja dan pengusaha, tetapi masuk kedalam ruang lingkup hukum public sehingga pemerintah dapat mencampuri hubungan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja tersebut. Intervensi pemerintah dalam hubungan ini merupakan penyeimbang antara pengusaha dan pekerja. Dengan adanya penyeimbang diharapkan hubungan antara pekerja dan pengusaha bisa berjalan dengan baik dan harmonis. Jadi dapat dikatakan bahwa hubungan industrial adlah hubungan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja.  Hubungan ini meruapakan hubungan yang saling mengisi satu dengan lainnya. Sebagai contoh, pengusaha tidak akan mendapatkan produk jika tidak didukung oleh pekerja. Begitupun sebaliknya, jasa tidak akan didapatkan oleh pekerja jika tidak ada pengusaha. Fungsi pemerintah dalam hubungan industrial diatur dalam pasal 102 Ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003, “Dalam melaksanakan hubungan industrial pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketatakerjaan.”.

Agar hubungan industri berjalan dengan baik, harus terdapat suatu pengaturan yang dapat dijadikan sebagai panduan dalam menjalankan aktivitasnya masing-masing. Pekerja dalam menjalankan aktivitasnya dapat membentuk suatu wadah, yakni serikat pekerja. Hal ini akan berfungsi sebagai penyalur aspirasi dan wadah yang mewakili pekerja dalam berhadapan dnegan pengusaha. Pasal 102 Ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 mengatur hal-hal yang dapat dilaksanakan oleh pekerja dan serikat pekerja dalam melaksanakan hubungan industrial, yakni “Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja atau buruh dan serikat pekerja atau serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, meyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan keahlian serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.” Hal lain yang harus dijalankan oleh pekerja terdapat dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003. Undang-Undang ini juga mengatur hal-hal yang harus dijalankan oleh pekerja dalam melaksanakan hubungan industrial, yakni pasal 102 Ayat (3), “Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokrtais, dan berkeadilan.”
Dengan adanya pengaturan menegnail hal-hal yang harus dilaksanakan oleh pekerja dan pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial, diharapkan terjadi hubungan yang harmonis antara pengusaha dan pekerja. Dalam mewujudkan hal itu diperlukan saranadalam hubungan industrial. Hal terdapat pada pasal 103 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana:
1.      Serikat pekerja/buruh.
2.      Organisai pengusaha.
3.      Lembaga kerja sama bipatri.
4.      Lembaga kerja sama tripatri.
5.      Pertauran perusahaan.
6.      Pernjanjian kerja bersama.
7.      Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
8.      Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.


VII. Perselisihan & Pengadilan dalam Hubungan Industrial

A.    Pengertian Perselisihan atau Konflik
Perselisihan atau konflik merupakan suatu hal yang wajar terjadi di dalam hubungan. Menurut Mullins (Wijono, 2010: 203) konflik merupakan suatu kondisi dimana terjadi ketidaksesuaian dalam individu, kelompok, ataupun organisasi yang menyebabkan pertentangan perilaku. Pada suatu hubungan industrial pasti terdapat perselihan yang muncul karena adanya permasalahan dalam suatu industri tertentu yang menyebabkan suatu konflik muncul di dalamnya. Pengertian mengenai perselisihan pada suatu hubungan industrial telah dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. UU tersebut menjelaskan pengertian perselisihan dalam suatu hubungan industrial sebagai berikut:
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Jadi, dapat dikatakan bahwa perselisihan dalam suatu hubungan industrial suatu bentuk perbedaan pendapat diantara pengusaha ataupun pekerja. Perbedaan pendapat seperti ini walaupun awalnya terlihat sederhana dan hanya seperti masalah sepele namun apabila diabaikan dapat menjadi pemicu perselisihan yang semakin besar. Apabila perselisihan semakin besar dan berlarut-larut maka akan sulit bagi kedua belah pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.


B.     Penyebab Perselisihan
Setiap perselisihan dalam hubungan industrial yang terjadi diantara kedua belah pihak pasti memiliki beberapa sebab yang dapat mengakibatkannya muncul. Secara garis besar penyebab perselisihan dalam suatu hubungan industrial dapat dibagi menjadi empat hal, yaitu:
1.      Kondisi-kondisi kerja yang tidak sesuai
Ketika terdapat keadaan-keadaan yang tidak sesuai ataupun tidak dapat diterima dalam suatu lingkungan kerja maka kemungkinan besar akan timbul perselisihan di dalamnya. Kondisi-kondisi yang tidak seusai dan merugikan seperti terhambatnya distribusi barang atau rusaknya mesin kerja dapat menimbulkan perselisihan diantara perangkat-perangkat kerja dalam industri tersebut.
2.      Rencana kegiatan dan alokasi waktu tidak sesuai keinginan
Apabila suatu kegiatan yang direncanakan tidak sesuai dengan tujuan dari kegiatan tersebut ataupun kegiatan yang direncakan ternyata dirasakan tidak berarti maka akan terjadi konflik diantara bidang-bidang terkait. Selain itu, saat waktu yang dialokasikan untuk suatu kegiatan tidak sesuai dengan yang telah direncanakan atau tidak tepat maka dapat menimbulkan konflik diantara setiap perangkat kerja dalam industri. Salah satu contohnya yaitu ketika diadakan kegiatan oleh manajer di hari libur maka karyawan akan merasa waktu yang dialokasikan tidak tepat karena mengganggu waktu istirahat mereka. Karyawan pun akan melakukan protes sebagai bentuk perlawanan terhadap keputusan tersebut.
3.      Tidak mendapat kepastian mengenai status kerja
Status kerja merupakan suatu hal yang penting bagi karyawan yang bekerja dalam suatu industri. Dengan kepastian status kerja seorang karyawan dapat meningkatkan kemampuannya dalam bidang tersebut sehingga menjadi lebih baik. Status kerja yang tidak pasti dapat menimbulkan perselisihan diantara karyawan dan atasan yang terkait.
4.      Perbedaan persepsi saat bekerja
Pada saat bekerja pasti akan terdapat perbedaan persepsi antara setiap karyawan ataupun antara karyawan dengan atasan mereka. Perbedaan persepsi mengenai metode pengerjaan dapat menimbulkan perselisihan. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda bagaimana cara pengerjaan sesuatu dengan baik.

C.     Bentuk-Bentuk Perselisihan
Perselisihan dalam suatu hubungan industri memiliki bentuk yang berbeda-beda. Terdapat empat bentuk perselisihan dalam suatu perusahaan seperti yang terdapat di dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu:
1.      Perselisihan hak
Perselisihan hak merupakan suatu perselisihan yang terjadi akibat perbedaan pendapat mengenai hak yang diberikan. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan penafsiran terhadap perundang-undangan, perjanjian kerja, perjanjian kerja sama, ataupu peraturan perusahaan yang berlaku.
2.      Perselisihan kepentingan
Perselisihan kepentingan merupakan bentuk perselisihan dimana antara dua pihak atau lebih yang saling bekerja sama memiliki kepentingan yang berbeda. Tidak sesuainya syarat-syarat yang diajukan juga dapat menjadi pemicu timbulnya perselisihan kepentingan dalam kerja.
3.      Perselisihan pemutusan kerja
Pemutusan hubungan kerja secara sepihak dapat menyebabkan perselisihan antara karyawan dan pemilik perusahaan. Terutama apabila karyawan merasa tidak melakukan kesalahan dan pihak perusahaan tidak memiliki alasan yang kuat maka pemutusan hubungan kerja dapat mengakibatkan perselisihan yang berujung ke pengadilan.
4.      Perselisihan antara pekerja atau buruh dalam suatu perusahaan
Apabila antarpekerja atau buruh dalam suatu perusahaan terdapat perbedaan pendapat maka kemungkinan besar dapat terjadi perselisihan diantara mereka. Perselisihan ini tidak melibatkan atasan para pekerja. Namun perselisihan ini dapat menggangu produktivitas dari pekerja yang berselisih.

D.    Penyelesaian Perselisihan
Dalam suatu hubungan industri terdapat beberapa metode untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Beberapa jenis cara penyelesaian perselisihan, yaitu:
1.      Negosiasi Bipartit
Negosiasi bipartit merupakan suatu metode penyelesaian perselisihan dimana dilakukan musyawarah antara kedua belah pihak yang bersengketa dengan mencantumkan bukti-bukti yang sesuai dengan tuntutan. Apabila dalam tenggat waktu 30 hari tidak ditemukan metode penyelesaian masalah atau salah satu pihak menolak untuk melakukan negosiasi lagi maka pihak yang lain dapat mengajukan sengketa kepada dinas yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Sengketa yang diajukan harus disertai dengan bukti.
2.      Arbitrase
Arbitrase merupakan suatu metode penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan. Arbitrase dilakukan melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
3.      Konsiliasi
Konsiliasi merupakan cara penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja hanya dalam satu perusahaan. Ini dilakukan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Di dalam konsiliasi ini terdapat sidang konsiliasi yang harus dilaksanakan pada hari kedelapan setelah konsiliasi berlangsung.
4.      Mediasi
Mediasi merupakan metode penyelesaian perselisihan yang mirip seperti konsiliasi. Perselisihan yang dapat diselesaikan oleh metode mediasi yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral yang juga adalah pegawai pemerintah. Lalu pada hari kedelapan akan dilakukan sidang mediasi untuk menetapkan keputusan final.

E.     Pengadilan dalam Hubungan Industri
Pengadilan dalam hubungan industrial memiliki fungsi tersendiri dalam setiap tingkatannya. Adapun dalam Pasal 56 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dijelaskan bahwa pengadilan perselisihan hubungan industrial memiliki empat fungsi, yaitu:
1.      Pengadilan tingkat pertama mengenai perselisihan hak
2.      Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan
3.      Pengadilan tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja
4.      Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Dalam pengadilan perselisihan hubungan kerja ini harus diajukan gugatan oleh salah satu pihak ke pengadilan dengan bukti-bukti yang kuat. Apabila karyawan ingin menggugat suatu perusahaan atas keputusan-keputusan yang diambil, maka gugatan harus diajukan selambat-lambatnya satu tahun setelah pihak perusahaan mengambil keputusan tersebut. Jika tidak maka gugatan akan dibatalkan. Selain itu, pencabutan gugatan hanya bisa dilakukan sebelum tergugat menjawab gugatan tersebut. Sementara itu pengambilan keputusan akan dilakukan oleh Majelis Hakim dan hasil putusannya akan diumumkan pada sidang terbuka untuk umum.


Daftar Pustaka

Anonim. (n.d.). Jenis-Jenis Perselisihan Hubungan Industrial. Diakses dari www.hukumtenagakerja.com/jenis-jenis-perselisihan-hubungan-industrial/ pada tanggal 2 Maret 2016.

Anonim. (n.d). 9.4. Perselisihan Hubungan Industrial. Diakses dari http://betterwork.org/in-labourguide/?page_id=2863 pada tanggal 2 Maret 2016.

Anonim. (n.d.). Undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Diakses dari http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_13_03.htm pada tanggal 2 Maret 2016.
Anonim. (n.d.). Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Diakses dari www.hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_2_04.htm pada tanggal 2 Maret 2016.
Guntur, A. (2010). Hubungan industrial (pdf). Diakses dari www.stekpi.ac.id/informasi/datas/users/1-hubungan%20industrial.pdf pada tanggal 2 Maret 2016.
Katuuk, N. F. (2009). Hubungan industrial pancasila (pdf). Diakses dari http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/hub.industrial_pancasila/ pada tanggal 2 Maret 2016.
Rumimpunu, F. (2014). Sistem hubungan industrial pancasila di indonesia dengan tenaga kerja, perusahaan dilihat dari aspek (Undang-undang tenaga kerja no.13 tahun 2003) (pdf). Diakses dari Http://repo.unsrat.ac.id/451/1/SISTEM_HUBUNGAN_INDUSTRIAL_PANCASILA_DI_INDONESIA_DENGAN_TENAGA_KERJA,_PERUSAHAAN_DILIHAT_DARI_AS.pdf pada tanggal 2 Maret 2016.

Wijono, S. (2010). Psikologi Industri & Organisasi Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda