HUBUNGAN INDUSTRIAL
HUBUNGAN INDUSTRIAL
I. Pendahuluan
Hubungan industrial (industrial
relations) (dalam Guntur, 2010) adalah kegiatan yang mendukung terciptanya
hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan
pemerintah, sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha
(Industrial Peace).
Sedangkan di dalam pasal 1 ayat 16
dijelaskan bahwa hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang
terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada
nilai‐nilai Pancasila dan Undang‐Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Kemudian mengacu pada definisi
tersebut, muncullah istilah Hubungan Industrial Pancasila.
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa hubungan industrial membahas tentang hubungan antara pekerja, pengusaha,
dan pemerintah agar tetap harmonis sehingga proses produksi barang dan/atau
jasa dapat tetap berlangsung. Hubungan industrial perlu diperhatikan dengan
seksama karena menyangkut keberlangsungan produksi di dalam suatu perusahaan.
Apabila perhatian tersebut kurang maka akan timbul konflik di antara
pihak-pihak yang terlibat di dalam hubungan industrial.
Menurut UU Ketenagakerjaan (UU No.13
Tahun 2003), pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan industrial ada tiga,
yaitu:
1. Pemerintah
2.
Pekerja / buruh
3. Pengusaha
II. Ruang Lingkup
1. Ruang
Lingkup Cakupan
Hubungan industrial mencakup seluruh
tempat kerja dimana pekerja dan pengusaha saling bekerjasama dalam hubungan
kerja untuk mencapai tujuan usaha. Hubungan kerja yang dimaksud adalah hubungan
antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai
unsur upah, perintah, dan pekerjaan.
2. Ruang
Lingkup Fungsi
Ruang lingkup fungsi mencakup fungsi-fungsi
dari tiga pihak yang terlibat dalam hubungan industrial. Fungsi tersebut
tercantum dalam UU No.13 tahun 2003 pasal 101 ayat (1-3).
a.
Fungsi Pemerintah : menetapkan
kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan
pengawasan, dan melakukan penindakan
terhadap pelanggaran peraturan undang‐undang
ketenagakerjaan yang berlaku.
b. Fungsi
Pekerja/Serikat Pekerja : menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga
ketertiban demi kelangsungan produksi,
menyalurkan aspirasi secara demokratis,
mengembangkan ketrampilan, keahlian dan
ikut memajukan perusahaan serta
memperjuangkan kesejahteraan anggota dan
keluarganya.
c.
Fungsi Pengusaha : menciptakan
kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan
kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis serta berkeadilan.
3. Ruang
Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah adalah seluruh
permasalahan, baik berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan
pihak-pihak dalam hubungan industrial. Permasalahan tersebut meliputi hal-hal
seperti:
a. syarat-syarat
kerja,
b. pengupahan,
c. jam
kerja,
d. jaminan
sosial,
e. kesehatan
dan keselamatan kerja,
f. organisasi
ketenagakerjaan,
g. iklim
kerja
h. cara
penyelesaian keluh kesah dan perselisihan,
i.
cara memecahkan persoalan yang timbul
secara baik, dsb.
4. Ruang
Lingkup Peraturan / Perundang-undangan Ketenagakerjaan
a. Hukum
materiil
1) Undang-Undang
Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003
2) Peraturan
Pemerintah / Peraturan Pelaksanaan yang berlaku
3) Perjanjian
Kerja Bersama (PKB), Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja
b. Hukum
formal
1) Undang-Undang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
2) Perpu
No.1 Tahun 2005, dan diberlakukan mulai 14 Januari 2006
III. Tujuan
Dari
Seminar Nasional Hubungan Industrial Pancasila pada tahun 1974 dikemukaan bahwa
tujuan Hubungan Industrial Pancasila
adalah :
1. Mensukseskan
pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indosesia yaitu masyarakat
yang adil dan makmur
2. Ikut
berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial
3. Menciptakan
ketenangan, ketentraman, dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha
4. Meningkatkan
produksi dan produktivitas kerja
5. Meningkatkan
kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan martabat manusia
Terdapat tiga unsur
yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial :
1. Hak
dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan
2. Jika
muncul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartit
3. Mogok
kerja dan oenutupan perusahaan tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak
masing-masing
Sikap
mental dan sosial para pekerja dan pengusaha juga berpengaruh dalam tercapainya
tujuan hubungan industrial, sikap mental dan sosial tersebut diantaranya adalah
:
1. Memperlakukan
pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha sebagai investor
2. Bersedia
saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pekerja dan
pengusaha secara terbuka
3. Selalu
tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas, dan kesejahteraan pekerja
4. Saling
mengembangkan forum komunikasi, musyawarah, dan kekeluargaan
IV. Ciri-Ciri
Hubungan
Industrial memiliki ciri khas tersendiri, yaitu :
1. Meyakini
bahwa bekerja bukan hanya untuk sekedar mencari nafkah, tetapi sebagai
pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, bangsa, dan
negara (Sila Ketuhanan Yang Maha Esa)
2. Menganggap
pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi, tetapi sebagai manusia dengan
segala harkat dan martabatnya (Sila Kemanusiaan)
3. Melihat
antara pekerja dan pengusaha bukan memiliki kepentingan yang bertentangan,
tetapi memiliki kepentingan yang sama yaitu kemampuan perusahaan (Sila Persatuan
Indonesia)
4. Perbedaan
diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat (Sila Kerakyatan)
5. Dalam
menikmati hasil perusahaan dibagi secara kekeluargaan, adil, dan merata sesuai
dengan pengorbanan masing-masing (Sila Keadilan Sosial)
V. Landasan
Hubungan
Industrial terbentuk dengan mengacu pada landasan falsafah bangsa dan negara,
tiap bangsa dan negara memiliki falsafah yang berbeda maka sistem Hubungan
Industrialnya pun berbeda antara satu negara dengan negara lain. Sedangkan
Indonesia memiliki Pancasila sebagai falsafah bangsa, sehingga Hubungan
Industrialpun mengacu pada Pancasila. Oleh karena itu Hubungan Industrial di
Indonesia dikena dengan Hubungan Industrial Pancasila. Dengan bersumberkan
Pancasila sebagai landasan filosofis,maka secara normatif segala aturan hukum
yang mengatur hubungan industrial
pancasila berupa hukum dasar (UUD
1945), juga peraturan undang-undang lainnya adalah implementasi dari
nilai-nilai Pancasila.
a. Landasan
Industrial Pancasila memiliki landasan Idiil yaitu Pancasila dan landasan
Konstitusional yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Secara operasional berlandaskan
garis-garis besar haluan negara dan ketentuan pelaksanaannya diatur oleh
pemerintah salam program pembangunan
b. Hubungan
Industrial Pancasila juga berlandaskan pada kebijaksanaan pemerintah untuk
menciptakan keamanan nasional, stabilitas nasional, meningkatkan partisipasi
sosial dan kelanjutan pembangunan nasional
VI.
Sarana
Hubungan
industrial antara pekerja dan pengusaha bukan merupakan hubungan privat antara
pekerja dan pengusaha, tetapi masuk kedalam ruang lingkup hukum public sehingga
pemerintah dapat mencampuri hubungan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja
tersebut. Intervensi pemerintah dalam hubungan ini merupakan penyeimbang antara
pengusaha dan pekerja. Dengan adanya penyeimbang diharapkan hubungan antara
pekerja dan pengusaha bisa berjalan dengan baik dan harmonis. Jadi dapat
dikatakan bahwa hubungan industrial adlah hubungan yang terjadi antara
pengusaha dan pekerja. Hubungan ini
meruapakan hubungan yang saling mengisi satu dengan lainnya. Sebagai contoh,
pengusaha tidak akan mendapatkan produk jika tidak didukung oleh pekerja.
Begitupun sebaliknya, jasa tidak akan didapatkan oleh pekerja jika tidak ada
pengusaha. Fungsi pemerintah dalam hubungan industrial diatur dalam pasal 102
Ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003, “Dalam melaksanakan hubungan
industrial pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan
pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap
pelanggaran peraturan perundang-undangan ketatakerjaan.”.
Agar
hubungan industri berjalan dengan baik, harus terdapat suatu pengaturan yang
dapat dijadikan sebagai panduan dalam menjalankan aktivitasnya masing-masing.
Pekerja dalam menjalankan aktivitasnya dapat membentuk suatu wadah, yakni
serikat pekerja. Hal ini akan berfungsi sebagai penyalur aspirasi dan wadah
yang mewakili pekerja dalam berhadapan dnegan pengusaha. Pasal 102 Ayat (1)
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 mengatur hal-hal yang dapat dilaksanakan oleh
pekerja dan serikat pekerja dalam melaksanakan hubungan industrial, yakni
“Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja atau buruh dan serikat pekerja
atau serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan
kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, meyalurkan
aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan keahlian serta ikut
memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta
keluarganya.” Hal lain yang harus dijalankan oleh pekerja terdapat dalam Undang-undang
No. 13 Tahun 2003. Undang-Undang ini juga mengatur hal-hal yang harus
dijalankan oleh pekerja dalam melaksanakan hubungan industrial, yakni pasal 102
Ayat (3), “Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi
pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha,
memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara
terbuka, demokrtais, dan berkeadilan.”
Dengan
adanya pengaturan menegnail hal-hal yang harus dilaksanakan oleh pekerja dan
pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial, diharapkan terjadi hubungan
yang harmonis antara pengusaha dan pekerja. Dalam mewujudkan hal itu diperlukan
saranadalam hubungan industrial. Hal terdapat pada pasal 103 Undang-Undang No.
13 Tahun 2003 bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana:
1.
Serikat pekerja/buruh.
2.
Organisai pengusaha.
3.
Lembaga kerja sama bipatri.
4.
Lembaga kerja sama tripatri.
5.
Pertauran perusahaan.
6.
Pernjanjian kerja bersama.
7.
Peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan.
8.
Lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
VII. Perselisihan &
Pengadilan dalam Hubungan Industrial
A.
Pengertian
Perselisihan atau Konflik
Perselisihan atau konflik merupakan
suatu hal yang wajar terjadi di dalam hubungan. Menurut Mullins (Wijono, 2010:
203) konflik merupakan suatu kondisi dimana terjadi ketidaksesuaian dalam
individu, kelompok, ataupun organisasi yang menyebabkan pertentangan perilaku.
Pada suatu hubungan industrial pasti terdapat perselihan yang muncul karena
adanya permasalahan dalam suatu industri tertentu yang menyebabkan suatu
konflik muncul di dalamnya. Pengertian mengenai perselisihan pada suatu
hubungan industrial telah dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. UU tersebut menjelaskan
pengertian perselisihan dalam suatu hubungan industrial sebagai berikut:
“Perselisihan Hubungan
Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha
atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.“
Jadi, dapat dikatakan bahwa
perselisihan dalam suatu hubungan industrial suatu bentuk perbedaan pendapat
diantara pengusaha ataupun pekerja. Perbedaan pendapat seperti ini walaupun
awalnya terlihat sederhana dan hanya seperti masalah sepele namun apabila
diabaikan dapat menjadi pemicu perselisihan yang semakin besar. Apabila
perselisihan semakin besar dan berlarut-larut maka akan sulit bagi kedua belah
pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.
B.
Penyebab
Perselisihan
Setiap perselisihan dalam hubungan
industrial yang terjadi diantara kedua belah pihak pasti memiliki beberapa
sebab yang dapat mengakibatkannya muncul. Secara garis besar penyebab
perselisihan dalam suatu hubungan industrial dapat dibagi menjadi empat hal,
yaitu:
1.
Kondisi-kondisi kerja yang tidak sesuai
Ketika
terdapat keadaan-keadaan yang tidak sesuai ataupun tidak dapat diterima dalam
suatu lingkungan kerja maka kemungkinan besar akan timbul perselisihan di
dalamnya. Kondisi-kondisi yang tidak seusai dan merugikan seperti terhambatnya
distribusi barang atau rusaknya mesin kerja dapat menimbulkan perselisihan
diantara perangkat-perangkat kerja dalam industri tersebut.
2.
Rencana kegiatan dan alokasi waktu tidak
sesuai keinginan
Apabila
suatu kegiatan yang direncanakan tidak sesuai dengan tujuan dari kegiatan tersebut
ataupun kegiatan yang direncakan ternyata dirasakan tidak berarti maka akan
terjadi konflik diantara bidang-bidang terkait. Selain itu, saat waktu yang
dialokasikan untuk suatu kegiatan tidak sesuai dengan yang telah direncanakan
atau tidak tepat maka dapat menimbulkan konflik diantara setiap perangkat kerja
dalam industri. Salah satu contohnya yaitu ketika diadakan kegiatan oleh
manajer di hari libur maka karyawan akan merasa waktu yang dialokasikan tidak
tepat karena mengganggu waktu istirahat mereka. Karyawan pun akan melakukan
protes sebagai bentuk perlawanan terhadap keputusan tersebut.
3.
Tidak mendapat kepastian mengenai status
kerja
Status
kerja merupakan suatu hal yang penting bagi karyawan yang bekerja dalam suatu
industri. Dengan kepastian status kerja seorang karyawan dapat meningkatkan
kemampuannya dalam bidang tersebut sehingga menjadi lebih baik. Status kerja
yang tidak pasti dapat menimbulkan perselisihan diantara karyawan dan atasan
yang terkait.
4.
Perbedaan persepsi saat bekerja
Pada
saat bekerja pasti akan terdapat perbedaan persepsi antara setiap karyawan
ataupun antara karyawan dengan atasan mereka. Perbedaan persepsi mengenai
metode pengerjaan dapat menimbulkan perselisihan. Hal ini dikarenakan setiap
orang memiliki persepsi yang berbeda-beda bagaimana cara pengerjaan sesuatu
dengan baik.
C.
Bentuk-Bentuk
Perselisihan
Perselisihan dalam suatu hubungan
industri memiliki bentuk yang berbeda-beda. Terdapat empat bentuk perselisihan
dalam suatu perusahaan seperti yang terdapat di dalam UU No. 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu:
1.
Perselisihan hak
Perselisihan
hak merupakan suatu perselisihan yang terjadi akibat perbedaan pendapat
mengenai hak yang diberikan. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan penafsiran terhadap
perundang-undangan, perjanjian kerja, perjanjian kerja sama, ataupu peraturan
perusahaan yang berlaku.
2.
Perselisihan kepentingan
Perselisihan
kepentingan merupakan bentuk perselisihan dimana antara dua pihak atau lebih
yang saling bekerja sama memiliki kepentingan yang berbeda. Tidak sesuainya
syarat-syarat yang diajukan juga dapat menjadi pemicu timbulnya perselisihan
kepentingan dalam kerja.
3.
Perselisihan pemutusan kerja
Pemutusan
hubungan kerja secara sepihak dapat menyebabkan perselisihan antara karyawan
dan pemilik perusahaan. Terutama apabila karyawan merasa tidak melakukan
kesalahan dan pihak perusahaan tidak memiliki alasan yang kuat maka pemutusan
hubungan kerja dapat mengakibatkan perselisihan yang berujung ke pengadilan.
4.
Perselisihan antara pekerja atau buruh
dalam suatu perusahaan
Apabila
antarpekerja atau buruh dalam suatu perusahaan terdapat perbedaan pendapat maka
kemungkinan besar dapat terjadi perselisihan diantara mereka. Perselisihan ini
tidak melibatkan atasan para pekerja. Namun perselisihan ini dapat menggangu
produktivitas dari pekerja yang berselisih.
D. Penyelesaian Perselisihan
Dalam
suatu hubungan industri terdapat beberapa metode untuk menyelesaikan
perselisihan yang terjadi. Beberapa jenis cara penyelesaian perselisihan,
yaitu:
1.
Negosiasi Bipartit
Negosiasi
bipartit merupakan suatu metode penyelesaian perselisihan dimana dilakukan
musyawarah antara kedua belah pihak yang bersengketa dengan mencantumkan
bukti-bukti yang sesuai dengan tuntutan. Apabila dalam tenggat waktu 30 hari
tidak ditemukan metode penyelesaian masalah atau salah satu pihak menolak untuk
melakukan negosiasi lagi maka pihak yang lain dapat mengajukan sengketa kepada
dinas yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Sengketa yang diajukan harus
disertai dengan bukti.
2.
Arbitrase
Arbitrase merupakan suatu metode penyelesaian suatu perselisihan
kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.
Arbitrase dilakukan melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang
berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang
putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
3.
Konsiliasi
Konsiliasi merupakan cara penyelesaian perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja
hanya dalam satu perusahaan. Ini dilakukan melalui musyawarah yang ditengahi
oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Di dalam konsiliasi ini
terdapat sidang konsiliasi yang harus dilaksanakan pada hari kedelapan setelah
konsiliasi berlangsung.
4.
Mediasi
Mediasi merupakan metode penyelesaian perselisihan yang mirip
seperti konsiliasi. Perselisihan yang dapat diselesaikan oleh metode mediasi yaitu
perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan
kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan melalui
musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral yang
juga adalah pegawai pemerintah. Lalu pada hari kedelapan akan dilakukan sidang
mediasi untuk menetapkan keputusan final.
E. Pengadilan dalam Hubungan Industri
Pengadilan
dalam hubungan industrial memiliki fungsi tersendiri dalam setiap tingkatannya.
Adapun dalam Pasal 56 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial dijelaskan bahwa pengadilan perselisihan hubungan
industrial memiliki empat fungsi, yaitu:
1. Pengadilan tingkat pertama mengenai perselisihan
hak
2. Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai
perselisihan kepentingan
3. Pengadilan tingkat pertama mengenai perselisihan
pemutusan hubungan kerja
4. Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Dalam pengadilan perselisihan hubungan kerja ini
harus diajukan gugatan oleh salah satu pihak ke pengadilan dengan bukti-bukti
yang kuat. Apabila karyawan ingin menggugat suatu perusahaan atas
keputusan-keputusan yang diambil, maka gugatan harus diajukan
selambat-lambatnya satu tahun setelah pihak perusahaan mengambil keputusan
tersebut. Jika tidak maka gugatan akan dibatalkan. Selain itu, pencabutan
gugatan hanya bisa dilakukan sebelum tergugat menjawab gugatan tersebut.
Sementara itu pengambilan keputusan akan dilakukan oleh Majelis Hakim dan hasil
putusannya akan diumumkan pada sidang terbuka untuk umum.
Daftar Pustaka
Anonim. (n.d.). Jenis-Jenis Perselisihan
Hubungan Industrial. Diakses dari www.hukumtenagakerja.com/jenis-jenis-perselisihan-hubungan-industrial/ pada tanggal 2 Maret 2016.
Anonim. (n.d). 9.4. Perselisihan Hubungan Industrial. Diakses dari http://betterwork.org/in-labourguide/?page_id=2863 pada tanggal 2 Maret 2016.
Anonim.
(n.d.). Undang-undang no 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan. Diakses dari http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_13_03.htm
pada tanggal 2 Maret 2016.
Anonim. (n.d.). Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Diakses
dari www.hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_2_04.htm
pada tanggal 2 Maret 2016.
Guntur,
A. (2010). Hubungan industrial (pdf).
Diakses dari www.stekpi.ac.id/informasi/datas/users/1-hubungan%20industrial.pdf pada tanggal 2 Maret
2016.
Katuuk,
N. F. (2009). Hubungan industrial
pancasila (pdf). Diakses dari
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/hub.industrial_pancasila/ pada
tanggal 2 Maret 2016.
Rumimpunu, F. (2014). Sistem hubungan industrial pancasila di indonesia dengan tenaga kerja,
perusahaan dilihat dari aspek (Undang-undang tenaga kerja no.13 tahun 2003)
(pdf). Diakses dari Http://repo.unsrat.ac.id/451/1/SISTEM_HUBUNGAN_INDUSTRIAL_PANCASILA_DI_INDONESIA_DENGAN_TENAGA_KERJA,_PERUSAHAAN_DILIHAT_DARI_AS.pdf
pada tanggal 2 Maret 2016.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda