Sabtu, 29 Oktober 2016

BUDAYA ORGANISASI



BAB I BUDAYA ORGANISASI

A.    Definisi Budaya Organisasi
Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan terlepas dari lingkungannya. Kepribadian seseorang akan dibentuk pula oleh lingkungannya dan agar kepribadian tersebut mengarah kepada sikap dan perilaku yang positif tentunya harus didukung oleh suatu norma yang diakui tentang kebenanrannya dan dipatuhi sebagai pedoman dalam bertindak. Pada dasarnya manusia atau seseorang yang berada dalam kehidupan organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, agar dalam menjalankan aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari masingmasing individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya dimana individu berada, seperti nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan sebagainya. Glaser et al. (1987); Budaya organisasi seringkali digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari kepercayaan, simbol-simbol, ritual-ritual dan mitosmitos yang berkembang dari waktu ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Beraneka ragamnya bentuk organisasi atau perusahaan, tentunya mempunyai budaya yang berbeda-beda hal ini wajar karena lingkungan organisasinya berbeda-beda pula misalnya perusahaan jasa, manufaktur dan trading. Hofstede (1986:21); Budaya merupakan berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompok-kelompok orang dalam lingkungannya. Menurut Beach (1993:12); Kebudayaan merupakan inti dari apa yang penting dalam organisasi. Seperti aktivitas memberi perintah dan larangan serta menggambarkan sesuatu yang dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur perilaku anggota. Jadi budaya mengandung apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan sehingga dapat dikatakan sebagai suatu pedoman yang dipakai untuk menjalankan aktivitas organisasi. Pada dasarnya Budaya organisasi dalam perusahaan merupakan alat untuk mempersatukan setiap invidu yang melakukan aktivitas secara bersama-sama. Kreitner dan Kinicki (1995:532); mengemukakan bahwa budaya orgainsasi adalah perekat social yang mengingat anggota dari organisasi. Nampaknya agar suatu karakteristik atau kepribadian yang berbeda-beda antara orang yang satu dengan orang yang lain dapat disatukan dalam suatu kekuatan organisasi maka perlu adanya perekat sosial.

B.     Urgensi Budaya Organisasi
Mengingat budaya organisasi merupakan suatu kespakatan bersama para anggota dalam suatu organisasi atau perusahaan sehingga mempermudah lahirnya kesepakatan yang lebih luas untuk kepentingan perorangan. Keutamaan budaya organisasi merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku manusia yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi. Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dengan budaya organisasi dan pada umumnya mereka akan dipengaruhi oleh keaneka ragaman sumber-sumber daya yang ada sebagai stimulus seseorang bertindak Kartono (1994 :138); mengatakan bahwa bentuk kebudayaan yang muncul pada kelompok-kelompok kerja di perusahaan-perusahaan berasal dari macam-macam sumber, antara lain : dari stratifikasi kelas sosial asal buruh –buruh/pegawai, dari sumber-sumber teknis dan jenis pekerjaan, iklim psikologis perusahaan sendiri yang diciptakan oleh majikan, para direktur dan manajer-manajer yang melatarbelakangi iklim kultur buruh-buruh dalam kelom pok kecil-kecil yang informal. Hidayat (2002); we were all born of human beings and then grew up by social upbringing with culture environment. Since cultures always process plural nation language, tradition and relegion are indispensably diverse. Molenaar (2002), Kotter dan Heskett (1992); Budaya mempunyai kekuatan yang penuh, berpengaruh pada individu dan kinerjanya bahkan terhadap lingkungan kerja. Buchanan dan Huczyski (1997:518); elemen-elemen budaya organisasi atau perusahaan adalah nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, pendapat-pendapat, sikapsikap dan norma-norma.
Berbagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang tentunya berbeda-beda dalam bentuk perilakunya. Dalam organisasi implementasi budaya dirupakan dalam bentuk perilaku artinya perilaku individu dalam organisasi akan diwarnai oleh budaya organisasi yang bersangkutan. Arnold dan Feldman (1986:24); perilaku individu berkenaan dengan tindakan yang nyata dilakukan oleh seseorang dapat diartikan bahwa dalam melakukan tindakan seseorang pasti akan tidak terlepas dari perilakunya.



BAB II JENIS BUDAYA ORGANISASI

Harrison and Stokes (dalam Naicker : 2008 ; Diana 1993; Leonardo : 2008 ) menyatakan empat orientasi budaya organisasi:
1.      Budaya Kekuasaan (Power Culture)
Lebih memfokuskan pada pimpinan yang menggunakan banyak kekuasaan dalam memerintah. Budaya ini mengharapkan bawahan patuh dan loyal pada atasan dan pimpinan menjadi orang yang tegas, kuat, memiliki pengetahuan yang luas, namun dengan syarat tetap memperhatikan anggota organisasi. Seorang karyawan butuh adanya pemimpin yang tegas dan benar untuk menetapkan kebijaksanaan, karena hal ini membutuhkan kepercayaan dan mental tegas untuk memajukan instansi.

2.      Budaya Peran (Role Culture)
Budaya ini tidak berpusat pada pemimpin, namun berorientasi pada peran dan jabatan. Hal ini menyebabkan perilaku organisasi dikendalikan oleh struktur, tugas, spesialisasi jabatan dan deskripsi pekerjaan. Kejelasan peranan ini yang jelas akan mendorong terbentuknya budaya positif dan akan membantu suatu organisasi menjadi stabil. Budaya peran yang diberikan secara jelas juga akan membentuk terciptanya profesionalisme kerja dan rasa memiliki yang erat kepada peranan/jabatannya. Budaya ini mengharapkan seseorang bekerja keras dan patuh pada aturan dan berkonsentrasi pada tugasnya, memiliki tanggung jawab, dapat dipercaya, kompeten. Sementara seorang atasan diharapkan seorang yang disiplin, loyal pada tugas dan tidak menggunakan kedudukannya untuk kepentingan sendiri.

3.      Budaya Pendukung (Support Culture)
Pada jenis ini kekuasaan berada pada anggota kelompok atau terdesentralisasi. Pengendalian perilaku kerja didasarkan pada adanya saling membantu antara satu dengan yang lain sehingga seorang bawahan diharapkan menjadi anggota keluarga, dan dapat dipercaya, sementara seorang atasan diharapkan dapat menjadi orang yang memperhatikan kebutuhan bawahan atau orang lain. Perilaku kerja dari budaya ini didasarkan pada kesadaran, pengabdian, dan kebersamaan.

4.      Budaya Prestasi (Achievement Culture)
Dalam budaya ini kekuasaan desentralisasi atau berada pada para anggota sesuai dengan keahlian mereka.Pengendalian perilaku kerja didasarkan pemahaman para anggota pada tuntutan tugas (target) yang dilakukan melalui kerja sama dan diharapkan mencapai tujuan yang sudah ditentukan.Disini diharapkan bahwa bawahan adalah  orang yang punya komitment terhadap tujuan organisasi, kompeten dan seorang atasan adalah seorang memandang setara bawahannya dan orientasi nilai yang ditekankan adalah kebebasan tinggi, kerja sama/ team work, kompetensi yang tinggi dari para petugas, kerjasama untuk dapat mencapai tujuan bersama.



Sementara Kim & Cameron (2006) menyatakan empat jenis budaya organisasi:
1.      Budaya Hirarhi (Hierarchi culture)
Budaya ini mengacu pada 7 prinsip atau ciri organisasi yang efektif, yaitu:
·         pekerjaan berdasarkan spesialisasi
·         pelaksanaan berdasarkan aturan yang jelas
·         penempatan dan promosi berdasarkan prestasi dan keahlian
·         pengambilan keputusan berdasarkan hirarhki
·         hubungan atasan dan bawahan berdasarkan hubungan pekerjaan
·         pemisahan pemilik dan pekerja
·         pegawai yang memiliki tanggungjawab.
Pada budaya ini, apa dan bagaimana cara melakukan tugas didasarkan pada spesialisasi dan aturan dan prosedur standard.Organisasi sangat formalistis dan sentralistik karena pengambilan keputusan berada pada atasan yang disampaikan secara khirakhis ke tingkat lebih rendah.Nilai-nilai yang ditekankan adalah stabilitas, kepastian dan efisiensi. Budaya ini mengharapkan seorang pemimpin adalah seorang organizer, dan bawahan adalah orang yang memiliki keahlian khusus yang patuh pada aturan. Organisasi-organisasi yang termasuk dalam budaya ini adalah organisasi besar dan pemerinttah, seperti McDonald.

2.      Budaya Pasar (Market Culture)
Pada budaya ini pengendalian perilaku anggota didasarkan oleh perilaku yang dapat menghasilkan target sesuai dengan tujuan utama organisasi. Cara melaksanakan tugas sehari-hari danpengambilan keputusan didasarkan pada situasi atau tuntutan lingkungan. Budaya meyakini bahwa lingkungan tidak lah ramah dan stabil tetapi sangat keras dan dinamis, pelanggan banyak menuntut, dan menginginkan produk yang berkualitas. Perusahaan harus meningkatkan daya saing untuk mencapai tuntutan-tuntutan itu. Pimpinan dan manajemen harus menetapkan tujuan yang jelas dan strategi yang jitu dalam rangka meningkatkan produktivitas dan keuntungan.

3.      Budaya klan (Clan Culture)
Dalam budaya ini, perilaku anggota, pelaksanaan tugas danpengambilan keputusan didasarkan pada team work. Selain itu, keterlibatan anggota dalam setiap program dan kepercayaan organisasi kepada anggota/pegawai juga sangat dibutuhkan. Rekruktmen, pemutusan hubungan kerja, penempatan dan promosi juga berdasarkan pada keputusan kelompok. Budaya ini meyakini asumsi dasar bahwa ini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan peningkatan koordinasi internal dan mengatasi tantangan eksternal dilakukan dengan teamwork. Pegawai, pelanggan diyakini sebagai rekan pengembangan pegawai dan tugas utama management adalah memberdayakan pegawai, meningkatkan partisipasi, komitmen, dan loyalitas pegawai dan mengasumsikan manusia yang memiliki keinginan untuk berprestasi sebagaimana dikatakan sejumlah ahli (McGregor, 1960; Likert, 1970; Argyris, 1964)

4.      Budaya Adokrasi (Adhocracy Culture)
Budaya ini berasumsi bahwa inovasi dan inisiatif atau penemu pertama (produk baru) akan menjadi faktor kunci kesuksesan. Hal ini menegaskan bahwa tugas utama organisasi adalah menciptakan produk atau jasa baru yang beorientasi masa depan. Perilaku anggota dalam hal melakukan sesuatu dikendalikan oleh profesionalisme. Seseorang juga dikaitkan dengan masalah yang harus dipecahkan dan target yang harus dicapai dilakukan melalui teamwork. Budaya ini mengharapkan orang yang kreatif dan berani mengambil resiko.



BAB III PENGUKURAN BUDAYA ORGANISASI

Setiap organisasi pada umumnya memiliki keunikan dan ciri khas yang membedakan  suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Perbedaan pada suatu organisasi tersebut dikenal dengan budaya organisasi yaitu pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkankepada anggota termasuk anggota baru sebagai suatu cara yang benardalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi (Schein, 1992).
Cara untuk mengetahui apakah budaya organisasi termasuk kuat atau lemah, maka dilakukan pengukuran atau analisis budaya organisasi dengan menggunakan banyak metode misalnya kuisioner. Pengukuran budaya organisasi adalah melakukan monitor budaya di dalam organisasi, untuk dinilai kesesuaiannya dengan budaya yang ada, yaitu mencakup visi, misi, strategi dan orang, dan juga untuk melihat pengaruh budaya organisasi pada kinerja organisasi. Tujuan pengukuran budaya organisasi adalah untuk mengetahui apakah budaya di dalam suatu organisasi tergolong kuat atau lemah dan menentukan perencanaan organisasi menuju perubahan yang lebih baik.

Instrumen Pengukuran Budaya Organisasi atara lain :

1.    OCP (Organizational Culture Profile)
            OCP dikembangkan oleh O'Reilly et al. (1991) telah mengidentifikasi ukuran budaya dan sejumlah nilai sebagai salah satu segi dari budaya pada tingkat organisasi serta sebagai salah satu dari sepuluh instrumen atas budaya yang digunakan saat ini. Review dari 18 tindakan budaya, yang diterbitkan antara tahun 1975 dan 1992, Ashkansay et al. (2000) melaporkan bahwa OCP adalah salah satu dari beberapa instrumen untuk memberikan rincian mengenai reliabilitas dan validitas. Awalnya OCP dikembangkan untuk memeriksa kesesuaian antara nilai individu dan organisasi. OCP digunakan oleh Cable dan Parsons untuk mengevaluasi dan merekrut para pelamar kerja.
            OCP adalah instrumen yang berisi satu set pernyataan nilai yang dapat digunakan untuk ideographically, menilai sejauh mana sejumlah nilai tertentu mencirikan target organisasi dan preferensi individu karena konfigurasi tertentu dari sejumlah nilai (O'Reilly et al., 1991).

2.    OCI(Organizational Culture Inventory)
            OCI digunakan untuk membuat visi atau pilihan budaya ideal bagi organisasi. Dengan demikian, para pemimpin dapat menentukan budaya yang terbaik untuk membantu organisasi mencapai visi dan mendukung efektivitas jangka panjang. OCI digunakan untuk mengukur kepuasan anggota, komitmen, kejelasan peran, konflik peran dan persepsi kualitas layanan organisasi, OCI juga menilai kesiapan organisasi untuk merubah budaya, dilakukan pembandingan, analisis kesenjangan yang memfokuskan upaya perbaikan.
Inventarisasi Budaya Organisasi (OCI) adalah alat yang paling banyak digunakan dan diteliti secara menyeluruh untuk mengukur budaya organisasi di dunia. Penelitian budaya organisasi selama dua puluh tahun, penyebab dan hasil yang memungkinkan untuk secara jelas mengidentifikasi budaya saat ini, hasil pada kelompok, individu dan tingkat organisasi dan tuas khusus untuk perubahan yang harus diatasi untuk mengubah budaya.

OCI dapat digunakan untuk:
a.         Mengevaluasi dampak dari upaya perubahan organisasi
b.        Memberikan arahan bagi perubahan dan pengembangan organisasi
c.         Menilai kemampuan beradaptasi organisasi
d.        Mengidentifikasi dan mentransfer budaya kinerja tinggi unit
e.         Meningkatkan sistem kehandalan dan kualitas
f.         Memfasilitasi merger, akuisisi dan aliansi strategis
g.        Memfasilitasi perubahan strategis, struktural dan teknologi
h.        Mengintegrasikan dibedakan organisasi sub-unit

3.    OCAI (Organizational Culture Assessment Instrument)
OCAI digunakan untuk mendiagnosis budaya organisasi dengan menggunakan kuisioner  yang berisi 24 pertanyaan dalam enam dimensi. Penyelesaian pengukuran budaya organisasi dengan metode OCAI akan diberikan gambaran tentang cara organisasi  beroperasi dan tidak ada jawaban benar atau salah atas setiap pertanyaan yang diberikan. Setiap organisasi kemungkinan besar akan menghasilkan tanggapan yang berbeda. Oleh karena itu, harus diusahakan jawaban yang akurat dalam menanggapi pertanyaan sehingga diagnosis budaya yang dihasilkan akan tepat.
Pengukuran dilakukan dengan mempertimbangkan budaya organisasi yang dikelola, tetapi memiliki batasan yang jelas. Oleh karena itu, ketika  menjawab pertanyaan perlu diingat organisasi dapat dipengaruhi oleh perubahan budaya. Metode OCAI terdiri dari enam pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki empat pilihan jawaban.
Pengukuran OCAI dibagi menjadi dua jenis pengukuran. Pengukuran OCAI untuk mengukur budaya organisasi yang ada dalam suatu organisasi. Budaya organisasi juga untuk mengukur budaya yang diharapkan seseorang untuk organisasinya. Pengukuran OCAI dapat membantu organisasi melihat kondisi budaya organisasinya untuk mengambil tindakan perubahan setelah mengetahui kondisi budayanya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda