BUDAYA ORGANISASI
BAB
I BUDAYA ORGANISASI
A. Definisi Budaya Organisasi
Dalam
kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan terlepas dari lingkungannya.
Kepribadian seseorang akan dibentuk pula oleh lingkungannya dan agar
kepribadian tersebut mengarah kepada sikap dan perilaku yang positif tentunya
harus didukung oleh suatu norma yang diakui tentang kebenanrannya dan dipatuhi
sebagai pedoman dalam bertindak. Pada dasarnya manusia atau seseorang yang
berada dalam kehidupan organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk
sesuatu yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, agar dalam
menjalankan aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku
dari masingmasing individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya
dimana individu berada, seperti nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan
sebagainya. Glaser et al. (1987); Budaya organisasi seringkali digambarkan
dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari kepercayaan, simbol-simbol,
ritual-ritual dan mitosmitos yang berkembang dari waktu ke waktu dan berfungsi
sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Beraneka ragamnya bentuk organisasi
atau perusahaan, tentunya mempunyai budaya yang berbeda-beda hal ini wajar
karena lingkungan organisasinya berbeda-beda pula misalnya perusahaan jasa,
manufaktur dan trading. Hofstede (1986:21); Budaya merupakan berbagai interaksi
dari ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompok-kelompok orang dalam
lingkungannya. Menurut Beach (1993:12); Kebudayaan merupakan inti dari apa yang
penting dalam organisasi. Seperti aktivitas memberi perintah dan larangan serta
menggambarkan sesuatu yang dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur perilaku
anggota. Jadi budaya mengandung apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh
dilakukan sehingga dapat dikatakan sebagai suatu pedoman yang dipakai untuk
menjalankan aktivitas organisasi. Pada dasarnya Budaya organisasi dalam
perusahaan merupakan alat untuk mempersatukan setiap invidu yang melakukan
aktivitas secara bersama-sama. Kreitner dan Kinicki (1995:532); mengemukakan
bahwa budaya orgainsasi adalah perekat social yang mengingat anggota dari
organisasi. Nampaknya agar suatu karakteristik atau kepribadian yang
berbeda-beda antara orang yang satu dengan orang yang lain dapat disatukan
dalam suatu kekuatan organisasi maka perlu adanya perekat sosial.
B.
Urgensi
Budaya Organisasi
Mengingat
budaya organisasi merupakan suatu kespakatan bersama para anggota dalam suatu
organisasi atau perusahaan sehingga mempermudah lahirnya kesepakatan yang lebih
luas untuk kepentingan perorangan. Keutamaan budaya organisasi merupakan
pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku manusia yang melibatkan
diri dalam suatu kegiatan organisasi. Secara individu maupun kelompok seseorang
tidak akan terlepas dengan budaya organisasi dan pada umumnya mereka akan
dipengaruhi oleh keaneka ragaman sumber-sumber daya yang ada sebagai stimulus
seseorang bertindak Kartono (1994 :138); mengatakan bahwa bentuk kebudayaan
yang muncul pada kelompok-kelompok kerja di perusahaan-perusahaan berasal dari
macam-macam sumber, antara lain : dari stratifikasi kelas sosial asal buruh –buruh/pegawai,
dari sumber-sumber teknis dan jenis pekerjaan, iklim psikologis perusahaan
sendiri yang diciptakan oleh majikan, para direktur dan manajer-manajer yang
melatarbelakangi iklim kultur buruh-buruh dalam kelom pok kecil-kecil yang
informal. Hidayat (2002); we were all born of human beings and then grew up by
social upbringing with culture environment. Since cultures always process
plural nation language, tradition and relegion are indispensably diverse.
Molenaar (2002), Kotter dan Heskett (1992); Budaya mempunyai kekuatan yang
penuh, berpengaruh pada individu dan kinerjanya bahkan terhadap lingkungan
kerja. Buchanan dan Huczyski (1997:518); elemen-elemen budaya organisasi atau
perusahaan adalah nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, pendapat-pendapat,
sikapsikap dan norma-norma.
Berbagai
tindakan yang dilakukan oleh seseorang tentunya berbeda-beda dalam bentuk
perilakunya. Dalam organisasi implementasi budaya dirupakan dalam bentuk
perilaku artinya perilaku individu dalam organisasi akan diwarnai oleh budaya
organisasi yang bersangkutan. Arnold dan Feldman (1986:24); perilaku individu
berkenaan dengan tindakan yang nyata dilakukan oleh seseorang dapat diartikan
bahwa dalam melakukan tindakan seseorang pasti akan tidak terlepas dari
perilakunya.
BAB
II JENIS BUDAYA ORGANISASI
Harrison and Stokes
(dalam Naicker : 2008 ; Diana 1993; Leonardo : 2008 ) menyatakan empat
orientasi budaya organisasi:
1.
Budaya Kekuasaan (Power Culture)
Lebih
memfokuskan pada pimpinan yang menggunakan banyak kekuasaan dalam memerintah.
Budaya ini mengharapkan bawahan patuh dan loyal pada atasan dan pimpinan
menjadi orang yang tegas, kuat, memiliki pengetahuan yang luas, namun dengan
syarat tetap memperhatikan anggota organisasi. Seorang karyawan butuh adanya
pemimpin yang tegas dan benar untuk menetapkan kebijaksanaan, karena hal ini
membutuhkan kepercayaan dan mental tegas untuk memajukan instansi.
2. Budaya
Peran (Role Culture)
Budaya
ini tidak berpusat pada pemimpin, namun berorientasi pada peran dan jabatan.
Hal ini menyebabkan perilaku organisasi dikendalikan oleh struktur, tugas,
spesialisasi jabatan dan deskripsi pekerjaan. Kejelasan peranan ini yang jelas
akan mendorong terbentuknya budaya positif dan akan membantu suatu organisasi
menjadi stabil. Budaya peran yang diberikan secara jelas juga akan membentuk
terciptanya profesionalisme kerja dan rasa memiliki yang erat kepada
peranan/jabatannya. Budaya ini mengharapkan seseorang bekerja keras dan patuh
pada aturan dan berkonsentrasi pada tugasnya, memiliki tanggung jawab, dapat
dipercaya, kompeten. Sementara seorang atasan diharapkan seorang yang disiplin,
loyal pada tugas dan tidak menggunakan kedudukannya untuk kepentingan sendiri.
3. Budaya
Pendukung (Support Culture)
Pada
jenis ini kekuasaan berada pada anggota kelompok atau terdesentralisasi.
Pengendalian perilaku kerja didasarkan pada adanya saling membantu antara satu
dengan yang lain sehingga seorang bawahan diharapkan menjadi anggota keluarga,
dan dapat dipercaya, sementara seorang atasan diharapkan dapat menjadi orang
yang memperhatikan kebutuhan bawahan atau orang lain. Perilaku kerja dari
budaya ini didasarkan pada kesadaran, pengabdian, dan kebersamaan.
4. Budaya
Prestasi (Achievement Culture)
Dalam
budaya ini kekuasaan desentralisasi atau berada pada para anggota sesuai dengan
keahlian mereka.Pengendalian perilaku kerja didasarkan pemahaman para anggota
pada tuntutan tugas (target) yang dilakukan melalui kerja sama dan diharapkan
mencapai tujuan yang sudah ditentukan.Disini diharapkan bahwa bawahan adalah orang yang punya komitment terhadap tujuan
organisasi, kompeten dan seorang atasan adalah seorang memandang setara
bawahannya dan orientasi nilai yang ditekankan adalah kebebasan tinggi, kerja
sama/ team work, kompetensi yang tinggi dari para petugas, kerjasama untuk
dapat mencapai tujuan bersama.
Sementara Kim & Cameron (2006) menyatakan empat
jenis budaya organisasi:
1.
Budaya Hirarhi (Hierarchi culture)
Budaya
ini mengacu pada 7 prinsip atau ciri organisasi yang efektif, yaitu:
·
pekerjaan berdasarkan spesialisasi
·
pelaksanaan berdasarkan aturan yang
jelas
·
penempatan dan promosi berdasarkan
prestasi dan keahlian
·
pengambilan keputusan berdasarkan
hirarhki
·
hubungan atasan dan bawahan berdasarkan
hubungan pekerjaan
·
pemisahan pemilik dan pekerja
·
pegawai yang memiliki tanggungjawab.
Pada
budaya ini, apa dan bagaimana cara melakukan tugas didasarkan pada spesialisasi
dan aturan dan prosedur standard.Organisasi sangat formalistis dan sentralistik
karena pengambilan keputusan berada pada atasan yang disampaikan secara khirakhis
ke tingkat lebih rendah.Nilai-nilai yang ditekankan adalah stabilitas,
kepastian dan efisiensi. Budaya ini mengharapkan seorang pemimpin adalah
seorang organizer, dan bawahan adalah orang yang memiliki keahlian khusus yang
patuh pada aturan. Organisasi-organisasi yang termasuk dalam budaya ini adalah
organisasi besar dan pemerinttah, seperti McDonald.
2.
Budaya Pasar (Market Culture)
Pada
budaya ini pengendalian perilaku anggota didasarkan oleh perilaku yang dapat
menghasilkan target sesuai dengan tujuan utama organisasi. Cara melaksanakan
tugas sehari-hari danpengambilan keputusan didasarkan pada situasi atau
tuntutan lingkungan. Budaya meyakini bahwa lingkungan tidak lah ramah dan
stabil tetapi sangat keras dan dinamis, pelanggan banyak menuntut, dan
menginginkan produk yang berkualitas. Perusahaan harus meningkatkan daya saing
untuk mencapai tuntutan-tuntutan itu. Pimpinan dan manajemen harus menetapkan
tujuan yang jelas dan strategi yang jitu dalam rangka meningkatkan
produktivitas dan keuntungan.
3.
Budaya klan (Clan Culture)
Dalam
budaya ini, perilaku anggota, pelaksanaan tugas danpengambilan keputusan
didasarkan pada team work. Selain itu, keterlibatan anggota dalam setiap
program dan kepercayaan organisasi kepada anggota/pegawai juga sangat dibutuhkan.
Rekruktmen, pemutusan hubungan kerja, penempatan dan promosi juga berdasarkan
pada keputusan kelompok. Budaya ini meyakini asumsi dasar bahwa ini adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan peningkatan koordinasi internal dan
mengatasi tantangan eksternal dilakukan dengan teamwork. Pegawai, pelanggan
diyakini sebagai rekan pengembangan pegawai dan tugas utama management adalah
memberdayakan pegawai, meningkatkan partisipasi, komitmen, dan loyalitas
pegawai dan mengasumsikan manusia yang memiliki keinginan untuk berprestasi
sebagaimana dikatakan sejumlah ahli (McGregor, 1960; Likert, 1970; Argyris,
1964)
4.
Budaya Adokrasi (Adhocracy Culture)
Budaya
ini berasumsi bahwa inovasi dan inisiatif atau penemu pertama (produk baru)
akan menjadi faktor kunci kesuksesan. Hal ini menegaskan bahwa tugas utama
organisasi adalah menciptakan produk atau jasa baru yang beorientasi masa
depan. Perilaku anggota dalam hal melakukan sesuatu dikendalikan oleh
profesionalisme. Seseorang juga dikaitkan dengan masalah yang harus dipecahkan
dan target yang harus dicapai dilakukan melalui teamwork. Budaya ini
mengharapkan orang yang kreatif dan berani mengambil resiko.
BAB
III PENGUKURAN BUDAYA ORGANISASI
Setiap
organisasi pada umumnya memiliki keunikan dan ciri khas yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.
Perbedaan pada suatu organisasi tersebut dikenal dengan budaya organisasi yaitu
pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan
masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan
mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkankepada
anggota termasuk anggota baru sebagai suatu cara yang benardalam mengkaji,
berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi (Schein, 1992).
Cara
untuk mengetahui apakah budaya organisasi termasuk kuat atau lemah, maka
dilakukan pengukuran atau analisis budaya organisasi dengan menggunakan banyak
metode misalnya kuisioner. Pengukuran budaya organisasi adalah melakukan
monitor budaya di dalam organisasi, untuk dinilai kesesuaiannya dengan budaya
yang ada, yaitu mencakup visi, misi, strategi dan orang, dan juga untuk melihat
pengaruh budaya organisasi pada kinerja organisasi. Tujuan pengukuran budaya
organisasi adalah untuk mengetahui apakah budaya di dalam suatu organisasi
tergolong kuat atau lemah dan menentukan perencanaan organisasi menuju
perubahan yang lebih baik.
Instrumen
Pengukuran Budaya Organisasi atara lain :
1.
OCP (Organizational
Culture Profile)
OCP dikembangkan oleh O'Reilly et al. (1991) telah mengidentifikasi
ukuran budaya dan sejumlah nilai sebagai salah satu segi dari budaya pada
tingkat organisasi serta sebagai salah satu dari sepuluh instrumen atas budaya
yang digunakan saat ini. Review dari 18 tindakan budaya, yang diterbitkan
antara tahun 1975 dan 1992, Ashkansay et
al. (2000) melaporkan bahwa OCP adalah salah satu dari beberapa instrumen
untuk memberikan rincian mengenai reliabilitas dan validitas. Awalnya OCP
dikembangkan untuk memeriksa kesesuaian antara nilai individu dan organisasi.
OCP digunakan oleh Cable dan Parsons untuk mengevaluasi dan merekrut para
pelamar kerja.
OCP adalah instrumen yang berisi
satu set pernyataan nilai yang dapat digunakan untuk ideographically, menilai sejauh mana sejumlah nilai tertentu mencirikan
target organisasi dan preferensi individu karena konfigurasi tertentu dari
sejumlah nilai (O'Reilly et al.,
1991).
2.
OCI(Organizational Culture Inventory)
OCI digunakan untuk membuat visi
atau pilihan budaya ideal bagi organisasi. Dengan demikian, para pemimpin dapat
menentukan budaya yang terbaik untuk membantu organisasi mencapai visi dan
mendukung efektivitas jangka panjang. OCI digunakan untuk mengukur kepuasan
anggota, komitmen, kejelasan peran, konflik peran dan persepsi kualitas layanan
organisasi, OCI juga menilai kesiapan organisasi untuk merubah budaya,
dilakukan pembandingan, analisis kesenjangan yang memfokuskan upaya perbaikan.
Inventarisasi
Budaya Organisasi (OCI) adalah alat yang paling banyak digunakan dan diteliti
secara menyeluruh untuk mengukur budaya organisasi di dunia. Penelitian budaya
organisasi selama dua puluh tahun, penyebab dan hasil yang memungkinkan untuk
secara jelas mengidentifikasi budaya saat ini, hasil pada kelompok, individu
dan tingkat organisasi dan tuas khusus untuk perubahan yang harus diatasi untuk
mengubah budaya.
OCI dapat digunakan untuk:
a.
Mengevaluasi dampak dari upaya perubahan
organisasi
b.
Memberikan arahan bagi perubahan dan
pengembangan organisasi
c.
Menilai kemampuan beradaptasi organisasi
d.
Mengidentifikasi dan mentransfer budaya
kinerja tinggi unit
e.
Meningkatkan sistem kehandalan dan
kualitas
f.
Memfasilitasi merger, akuisisi dan
aliansi strategis
g.
Memfasilitasi perubahan strategis,
struktural dan teknologi
h.
Mengintegrasikan dibedakan organisasi
sub-unit
3.
OCAI (Organizational
Culture Assessment Instrument)
OCAI digunakan untuk mendiagnosis budaya organisasi dengan
menggunakan kuisioner yang berisi 24
pertanyaan dalam enam dimensi. Penyelesaian pengukuran budaya organisasi dengan
metode OCAI akan diberikan gambaran tentang cara organisasi beroperasi dan tidak ada jawaban benar atau
salah atas setiap pertanyaan yang diberikan. Setiap organisasi kemungkinan
besar akan menghasilkan tanggapan yang berbeda. Oleh karena itu, harus
diusahakan jawaban yang akurat dalam menanggapi pertanyaan sehingga diagnosis
budaya yang dihasilkan akan tepat.
Pengukuran dilakukan dengan mempertimbangkan budaya
organisasi yang dikelola, tetapi memiliki batasan yang jelas. Oleh karena itu,
ketika menjawab pertanyaan perlu diingat
organisasi dapat dipengaruhi oleh perubahan budaya. Metode OCAI terdiri dari
enam pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki empat pilihan jawaban.
Pengukuran OCAI dibagi menjadi dua jenis pengukuran.
Pengukuran OCAI untuk mengukur budaya organisasi yang ada dalam suatu
organisasi. Budaya organisasi juga untuk mengukur budaya yang diharapkan
seseorang untuk organisasinya. Pengukuran OCAI dapat membantu organisasi
melihat kondisi budaya organisasinya untuk mengambil tindakan perubahan setelah
mengetahui kondisi budayanya.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda